Ketika kami tiba di apartemen, kami tidak bisa menemui pemilik apartemen karena blio sedang berbelanja. Namun demikian, kami menemui seorang ibu tua yang sedang sibuk mengurus kebon yang lumayan besar. Blio ini adalah ibu dari pemilik apartemen. Blio memberikan kunci dan mempersilahkan kami masuk. Kebetulan kamar kami letaknya paling atas (lantai 3). Tidak ada lift, jadi kami mengangkat semua barang kami melewati tangga. Lumayan...sekalian olah raga. he..he..he..
Apartemen yang kami tempati cukup besar dan bagus. Ada tempat duduk di dalam dan bahkan balkoni. Dapurnya modern, ada oven, kompor listrik, diswasher, dan lain-lain. Yang jelas kamar mandi dalam, jadi kami ngga perlu share dengan pengunjung lainnya.
Ini sedikit gambaran ruang apartemen kami:
Apartemen yang kami tempati cukup besar dan bagus. Ada tempat duduk di dalam dan bahkan balkoni. Dapurnya modern, ada oven, kompor listrik, diswasher, dan lain-lain. Yang jelas kamar mandi dalam, jadi kami ngga perlu share dengan pengunjung lainnya.
Ini sedikit gambaran ruang apartemen kami:
Setelah semua barang selesai dimasukkan ke dalam apartemen, kami beristirahat. Membersihkan diri di kamar mandi, sholat, leyeh-leyeh di sofa...pokoknya suka-sukalah, yang penting melepaskan lelah. Aku membuat teh hangat. Rasanya enak banget, setelah selama berjam-jam di jalan. Kebetulan aku membawa biscotti yang beberapa hari sebelumnya aku buat di rumah. Uenak tenan....
Sambil menikmati teh, aku melihat kebon belakang dari balkon. Gambar di bawah ini aku potret dari balkoni. Di bawah sana terlihat gudang:
Di balkon kami, ada tanaman yang pada waktu itu sudah berkembang:
Jam 19:30, pemilik apartemen datang. Blio seorang perempuan (mungkin berusia 40-an). Orangnya sangat ramah. Kami diberi password wifi untuk dipake internetan. Namun demikian, sebelum bisa memakai wifi, kami diminta untuk menandatangani surat pernyataan bahwa kami tidak akan menggunakan internet untuk hal-hal yang bersifat ekstrim kanan, pornografi dan sejenisnya. Terus terang baru kali ini kami harus menandatangani surat pernyataan semacam ini. Apakah karena ada gerakan neo-Nazi di Jerman yang menyebabkan pemilik apartemen sampai menekankan larangan untuk mengakses links ekstrim kanan?
Jam delapan malam kami memutuskan untuk jalan-jalan ke pusat desa. Walaupun sudah malam, matahari masih bersinar. Inilah enaknya berlibur pada bulan Juni. Matahari tenggelam sekitar jam 10 malam. Kami membawa hape (malas bawa kamera) untuk sekedar potrat-potret. Di bawah ini kami adalah foto-foto yang kami buat pada waktu itu:
Di belakangku terlihat apartemen tempat kami menginap:
Jam delapan malam kami memutuskan untuk jalan-jalan ke pusat desa. Walaupun sudah malam, matahari masih bersinar. Inilah enaknya berlibur pada bulan Juni. Matahari tenggelam sekitar jam 10 malam. Kami membawa hape (malas bawa kamera) untuk sekedar potrat-potret. Di bawah ini kami adalah foto-foto yang kami buat pada waktu itu:
Di belakangku terlihat apartemen tempat kami menginap:
Di perempatan jalan, kami melihat ada tumpukan kantong-kantong plastik yang di dalamnya juga berisi kantong plastik. Aku yakin kantong-kantong ini menunggu untuk diangkut petugas supaya bisa didaur ulang. Di Belanda tiap bulan kami juga harus melakukan hal yang sama.
Kami meneruskan perjalanan. Di kanan kiri kami adalah rerumputan. Aku kemudian berpoto dengan latar belakang rerumputan. Jauh di belakang sana ada hutan dengan pepohonan yang lebat. Tidak heran daerah tersebut disebut black forest:
Dari tempat tersebut kami melihat ada dua buah rumah:
Di dekat rumah tersebut ada sebuah board yang di atasnya tertulis nama desa yaitu Ühlingen:
Seingatku sebetulnya ada dua desa yaitu Ühlingen dan Birkendorf tapi kemudian kedua desa ini "merger" supaya lebih efisien dalam hal administrasi. Di lain kesempatan kami juga akhirnya mengunjungi Birkendorf.
Dari tempat tersebut kami kemudian ketemu pertigaan jalan ini:
Dari tempat tersebut kami kemudian ketemu pertigaan jalan ini:
Jalanan tersebut terlihat sepi ya. Kami mengambil jalan ke kanan. Beberapa gambar yang kami ambil selanjutnya:
Desa terlihat sepi. Pada gambar paling kiri (lihat gambar di atas), ada sebuah tanda lalu lintas yang menggambarkan ada perbaikan jalan.
Di desa tersebut juga ada Pizzaria Ristorante:
Di desa tersebut juga ada Pizzaria Ristorante:
Kami tidak mampir ke sana. Di depan resto ada tanda lalu-lintas berwarna kuning yang bertuliskan Umleitung. Karena ada pembangunan jalan, maka kendaraan dialihkan melalui jalan lain.
Dari situ kami berjalan terus dan akhirnya ketemu supermarket yang waktu itu sudah tutup. Maklum sudah malam. Kalau ingin melihat lebih besar, silahkan klik pada gambar.
Dari situ kami berjalan terus dan akhirnya ketemu supermarket yang waktu itu sudah tutup. Maklum sudah malam. Kalau ingin melihat lebih besar, silahkan klik pada gambar.
Ternyata pintu masuknya bukan dari situ, tapi di sampingnya. Inilah eindgang nya. Pada waktu itu terkunci karena memang sudah bukan jam buka.
Yang mengagumkan adalah, jualan mereka berupa tanaman tetap digelar di luar walaupun supermarket sudah tutup. Kok ya ngga ada yang nyolong ya.
Ini tanaman-tanaman lain yang dibiarkan di luar tanpa penjagaan sama sekali. Tidak ada yang memetik bunga padahal bunganya cantik. Misalnya bunga mawar ini:
Ini tanaman-tanaman lain yang dibiarkan di luar tanpa penjagaan sama sekali. Tidak ada yang memetik bunga padahal bunganya cantik. Misalnya bunga mawar ini:
Aku berpoto diantara bunga-bunga cantik di sana. Gambar di bawah ini memperlihatkan berbagai tanaman yang digelar di sana:
Mengagumkan ya. Di Indonesia bunga di dalam pagar rumah saja bisa dicolong. Di tempat ini, tanpa penjagaan sama sekali, tidak ada orang yang nyolong. Menurutku mental untuk tidak mengambil barang yang bukan hak nya betul-betul tertanam di daerah ini.
Terus terang pemandangan di atas mengingatkanku pada kekaguman keluargaku ketika mereka pertama kali mengunjungi kami di Belanda. Mereka heran, kenapa toko-toko seperti Hema, Kruidvat, Marskramer dan lain-lain menaruh sebagian barang-barang dagangan mereka di luar tanpa penjagaan. Kok ya ngga ada yang nyolong.
Ibu waktu itu malah lebih heran lagi ketika melihat bebek-bebek dan angsa-angsa bisa berkeliaran di empang atau di taman tanpa ada orang yang tertarik buat ngambil. Lha kalau di Indonesia sudah diembat orang. he..he..he.. Di Eropah hewan-hewan liar seperti ini bebas merdeka tanpa takut digoreng atau disate.
Di dekat supermarket ada sebuah penginapan. Dari luar terlihat sepi, maklum bukan musim liburan:
Terus terang pemandangan di atas mengingatkanku pada kekaguman keluargaku ketika mereka pertama kali mengunjungi kami di Belanda. Mereka heran, kenapa toko-toko seperti Hema, Kruidvat, Marskramer dan lain-lain menaruh sebagian barang-barang dagangan mereka di luar tanpa penjagaan. Kok ya ngga ada yang nyolong.
Ibu waktu itu malah lebih heran lagi ketika melihat bebek-bebek dan angsa-angsa bisa berkeliaran di empang atau di taman tanpa ada orang yang tertarik buat ngambil. Lha kalau di Indonesia sudah diembat orang. he..he..he.. Di Eropah hewan-hewan liar seperti ini bebas merdeka tanpa takut digoreng atau disate.
Di dekat supermarket ada sebuah penginapan. Dari luar terlihat sepi, maklum bukan musim liburan:
Tidak jauh dari situ. ada sebuah halte bus. Kalau ngga salah tiap jam sekali ada bis. Jangan dibandingkan dengan angkot Jakarta yang tiap detik bisa diakses. he..he..he..
Dari halte bis ini kita bisa melihat supermarket:
Desa tersebut juga memiliki sebuah apotek, walaupun pada waktu itu sudah tutup. Jangan berharap kita memperoleh pelayanan 24 jam dari apotek tersebut. Maklum bukan Kimia Farma:
Aku lupa dimana kotak ini digantungnya, tapi terus terang baru pertama kali ini aku melihat ada sebuah mesin otomatis yang menjual rokok. Pembeli bisa memasukkan uang kertas maupun coin ke dalam slot. Terus terang kami ngga tertarik untuk mencoba karena kami memang tidak merokok.
Ada juga sparkasse dimana kita bisa mengambil uang dari mesin ATM:
Di dekat "toko uang" tersebut ada sebuah patung. Mungkin patung yang menggambarkan legenda desa tersebut. Ada tulisan di bawah patung tersebut. Aku ngga ngerti artinya karena berbahasa Jerman dan Leo yang bisa berbahasa Jerman ngga tertarik untuk membacanya.
Setelah berputar-putar di desa yang sunyi sepi dan hampir ngga ketemu orang, kami memutuskan untuk balik ke apartemen. Kami melewati jembatan:
Aku suka banget dengan bunga-bunga yang ditanam di sebuah "pot" yang digantung di jembatan:
Aku juga suka banget dengan bunga-bunga yang ada di sana (klik pada gambar bila ingin melihat lebih jelas):
Di tengah jalan, kami melihat bangunan ini (lihat gambar bawah). Atapnya terlihat ada lempengan-lempengan yang digunakan untuk menyerap energi matahari. Kalau di Indonesia yang bermandikan cahaya matahari banyak rumah menggunakan alat ini, pasti banyak penghematan energi ya. Memang sih kabarnya harganya mahal, tapi pasti jatuhnya akan murah kalau bisa dimanfaatkan dalam jangka panjang.
Kami segera bergegas pulang karena hampir jam 9 malam. Memang betul, belum maghrib dan matahari belum tenggelam, tapi kami ingin segera pulang dan beristirahat. Kami harus mengumpulkan tenaga untuk petualangan keesokan harinya.
Cerita selanjutnya bisa dibaca pada Part 3.
Cerita selanjutnya bisa dibaca pada Part 3.